Monday, December 12, 2011
Perbankan RI Bakal Kekeringan Likuiditas Valas
Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan - IST
Oleh: Mosi Retnani Fajarwati
Ekonomi - Jumat, 9 Desember 2011 15:59 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Perbankan Indonesia terancam kekeringan likuiditas dalam bentuk valuta asing dengan krisis yang masih berkepanjangan.Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyatakan, kondisi yang menjadi kekhawatiran dengan berlanjutnya krisis Eropa adalah dampak pada kinerja perbankan domestik. "Yang lebih penting kontraksi perbankan Eropa dan otomatis ke perbankan kita dan itu yang lebih dikhawatirkan dari perlambatan ekonomi dunia," tuturnya di Nusa Dua Bali, Jumat (9/12).Menurutnya, perbankan Eropa dan bank utama di dunia sangat memungkinkan untuk melakukan deleveraging (pengurangan balance sheet) untuk bertahan di tengah-tengah terpaan krisis dan hal ini akan menimbulkan kekeringan likuiditas dalam bentuk valas di perbankan termasuk Indonesia."Yang lebih dikhawatirkan adalah perbankan Eropa dan dunia melakukan deleveraging. Artinya mereka akan menciutkan balance sheet mereka sehingga mereka tidak lagi, mereka menurunkan penyaluran kredit mereka ke sektor riil dan sektor keuangan. Harga SUN di negara-negara bermasalah akan turun terus dan kalau nilainya turun terus otomatis bank-bank Eropa yang memiliki lebih dari 300 miliar euro harus mark to market mereka membukukan kerugian. Kalau balance sheet diciutkan otomatis berdampak pada perekonomian dunia," paparnya.Dampak ini akan berujung pada tertekannya pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Pasalnya, investor asing akan mengurungkan niatnya untuk berinvestasi dengan pertimbangan likuiditas tersebut. Seperti diketahui, salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini adalah investasi."Makanya banyak perusahaan-perusahaan yang mau melakukan invetasi di Indonesia terpaksa harus menjadwalkan kembali investasinya di Indonesia karena likuiditas valasnya nggak ada. Jadi yang kena capex (belanja modal). Ekonominya turun kan capex itu penggerak pertumbuhan ekonomi. Sekarang sudah kerasa. Coba saja korporasi di Indonesia sekarang kalau nyari pinjaman dolar di bank pasti susah, pasti bunga tinggi karena perbankan Indonesia sulit mendapat funding financing valas dari perbankan Eropa dan luar. Kayak domino saja," tandasnya.
Oleh: Mosi Retnani Fajarwati
Ekonomi - Jumat, 9 Desember 2011 15:59 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Perbankan Indonesia terancam kekeringan likuiditas dalam bentuk valuta asing dengan krisis yang masih berkepanjangan.Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyatakan, kondisi yang menjadi kekhawatiran dengan berlanjutnya krisis Eropa adalah dampak pada kinerja perbankan domestik. "Yang lebih penting kontraksi perbankan Eropa dan otomatis ke perbankan kita dan itu yang lebih dikhawatirkan dari perlambatan ekonomi dunia," tuturnya di Nusa Dua Bali, Jumat (9/12).Menurutnya, perbankan Eropa dan bank utama di dunia sangat memungkinkan untuk melakukan deleveraging (pengurangan balance sheet) untuk bertahan di tengah-tengah terpaan krisis dan hal ini akan menimbulkan kekeringan likuiditas dalam bentuk valas di perbankan termasuk Indonesia."Yang lebih dikhawatirkan adalah perbankan Eropa dan dunia melakukan deleveraging. Artinya mereka akan menciutkan balance sheet mereka sehingga mereka tidak lagi, mereka menurunkan penyaluran kredit mereka ke sektor riil dan sektor keuangan. Harga SUN di negara-negara bermasalah akan turun terus dan kalau nilainya turun terus otomatis bank-bank Eropa yang memiliki lebih dari 300 miliar euro harus mark to market mereka membukukan kerugian. Kalau balance sheet diciutkan otomatis berdampak pada perekonomian dunia," paparnya.Dampak ini akan berujung pada tertekannya pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Pasalnya, investor asing akan mengurungkan niatnya untuk berinvestasi dengan pertimbangan likuiditas tersebut. Seperti diketahui, salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini adalah investasi."Makanya banyak perusahaan-perusahaan yang mau melakukan invetasi di Indonesia terpaksa harus menjadwalkan kembali investasinya di Indonesia karena likuiditas valasnya nggak ada. Jadi yang kena capex (belanja modal). Ekonominya turun kan capex itu penggerak pertumbuhan ekonomi. Sekarang sudah kerasa. Coba saja korporasi di Indonesia sekarang kalau nyari pinjaman dolar di bank pasti susah, pasti bunga tinggi karena perbankan Indonesia sulit mendapat funding financing valas dari perbankan Eropa dan luar. Kayak domino saja," tandasnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment